Sabtu, 27 Februari 2016

Perlukah Sertifikasi.....???

SERTIFIKASI PERLU ATAU TIDAK ?
SERITIFIKASI ?
Sertifikasi adalah pengumpulan bukti terhadap kompetisi seseorang. Bukti bukti yang dikumpulkan dengan cara uji tertulis, wawancara dan demo dengan soal soal yang diterjemahkan dari SKKNI yang berisi Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja . Soal soalnya akan dibuat berdasarkan kluster dari kompetensi terbawah hingga teratas dari sebuah peran, contoh Kluster Guide – Trip Leader – Instruktur.
Bukti buktinya akan diselaraskan dengan porto folio yang diserahkan sebelum asesmen yang menjadi criteria persyaratan asesi mengikuti proses sertifikasi. Keselarasan bukti bukti yang dikumpulkan tsb akan telusuri oleh BNSP untuk menyatakan kebenaran hasil asesmen.
PROSES ASESMEN
Asesi diajukan oleh perusahaannya dengan memenuhi criteria yang ditentukan berdasarkan klusternya, terpenuhi sesuai akan mengikuti Asesmen Mandiri untuk menguji ruang lingkup pemahamannya dengan soal tertulis hingga dinyatakan Proses Asesmen Dilanjutkan. Nah dari situ mulai dilakukan asesmen tertulis – wawancara – demo.
Untuk mendapatkan bukti bukti proses tsb perlu diperhatikan terhadap rasio yang disesuaikan dengan kemampuan “handle”asesi secara akurat, waktu – durasi perorang / keseluruhan, fasilitas TUK ( Tempat Uji Kompetisi ) yang sesuai dengan kebutuhan keseluruhan asesi.
Kualitas Asesmen = Tujuan Kinerja Terapan ditempat Kerja
Asesor – asesor yang teruji dalam kompetensinya ( Hard , Soft & Meta Skill ) yang dinyatakan dengan porto folio dirinya; sertifikat tertinggi dalam bidang tsb sebagai syarat berlanjut kejenjang asesor ; sertifikat sebagai asesor. Bila tidak terpebuhi bisa dibantu dengan tenaga ahli yang memenuhi syarat di atas.
Rasio – rasio harus terpenuhi untuk untuk bisa terukur hasil observasi secara individual berdasarkan soal soalnya. Kalau tidak maka akan jadi bias dan sulit untuk mencatat tampilan individu yang dilakukan secara berkelompok, yang tiap orangnya akan diuji, misalnya dalam pengarungan.
Soal soal uji kompetensi
Soal soalnya harus berhubungan dengan Elemen Kompetensi ( EK ) & Kriteria Unjuk Kerja dan sesuai ( KUK ) klusternya. Terjemahan itulah yang dibuatkan dalam “Bank Soal” yang dibuat oleh seluruh asesor dan diparipurnakan sebagai hasil akhir soal soal yang akan dujikan. Hal itu untuk menjadikan soal soalnya sebagai standar nasional bukan pemikiran dan standar regional. Ditahun 2015 saya mengikuti Workshop Para Asesor terhadap adanya peraturan baru terhadap bukti bukti yang dikumpulkan harus terkoneksi dengan porto folio yang mudah dilacak saat asesor mengisi form pembuktian. Workshop itu juga membuat para asesor harus bekerja tambahan lagi untuk melakukan penyesuaian terhadap soal soal di KUK yang soalnya tidak lagi diterjemahkan tiap KUK satu EK tapi sudah bisa dibuat beberapa KUK yang berhubungan menjadi satu soal.
Bukti bukti Kompetensi
Kriteria kluster harus dipenuhi, semuanya harus tertulis dan ada jaminan ( sebagai bukti langsung, bukti tidak langsung dan bukti tambahan ). Bukti bukti uji kompetensi harus dikumpulkan dengan membuat scenario asesmen dan strategi manajemen waktu, saat sebagian uji tertulis yang lain uji demo, wawancara bisa juga dilakukan sambil demo. Rasio – perbandingan jumlah asesi dan asesor sangat berpengaruh terhadap hasilnya. Asesor hanya merekomendasikan Kompeten / Belum Kompeten dan BNSP yang menentukan hasil akhirnya berdasarkan pengujian bukti bukti yang terakit dengan porto folio.
LSP & Asesor
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa LSP hanya mengejar kuota; setiap asesi yang ikut sertifikasi sudah hampir dinyatakan kompeten; LSP tidak memperhatikan porto folio asesi yang sebelumnya sudah ikut sertifikasi ( karena kerja sendiri, rasio 50 : 1 ). Asesor bisa dipilih bukan karena senggang waktunya tapi juga karena bisa “diajak kerjasama” sesuai keinginan LSP bukan sesuai pemahaman asesor yang kompeten dibidang itu. Latar belakang Asesor yang tidak/kurang/belum cukup dalam kompetensinya sehingga asesor bisa jadi lebih rendah kompetensinya dari asesi sehingga pengumpulan bukti buktinya jadi asal apalagi kalu tenaga ahli ngga dipakai walau sudah ada.
Pembiayaan
Gratis ? berdasarkan pengalaman dan pengetahuan berhubungan dengan kementrian Pariwisata, anggarannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keseluruhan biaya operasional dengan jumlah Ruang Lingkup Kompetensi yang diuji dan target pertahunnya. Apalagi biayaTempat Uji Kompetensi ( TUK ) berbeda beda besaranya sehingga disarankan untuk bekerjasama dengan Dinas Propinsi untuk memenuhi anggarannya. Bila tidak cukup / tidak ada maka akan dibebankan kepada asesi. Nah ini dia muncul persoalannya, sehingga skenario asesmen menjadi disesuaikan dengan rasio asesor & asesi, fasilitas dan waktu, kok sertifikasi bayar khan ditanggung pemerintah ? ya begitulah resikonya. Gimana ceritanya untuk mereka yang ikut sertifikasi diawal ketika anggaran itu belum ada / baru keluar tahun berikutnya ?
Kontrol Kualitas
Hasil sertifikasi adalah Idealisme tujuan dan perilaku lanjutan didunia kerja bukan hanya menurunkan kecelakaan tetapi menjadi kesadaran akan perlunya Standar Tinggi kinerja. Karena ini berhubungan dengan kredibilitas operatornya yang tahun ini dimungkinkan akan dilakukan Sertifikasi Usahanya.
Seharusnya LSP “nyantol” kerjasama dalam kontrak kerja dengan Asosiasi karena berisi orang orang berkompeten dan teruji dalam sejarahnya. Sehingga ketika ada kuota sertifikasi dari kementrian, LSP & Asosiasi akan bekerja untuk mendistribusikan kuota berdasarkan regionnya. Kuota tsb didistribusikan ke pengda pengda bekerjasama dengan dinas pariwisata untuk mengundang operator operator yang sudah memenuhi syarat utk mengirimkan asesi yang memenuhi criteria. Hubungan Pengda pengda dan Dinas Pariwisata inilah yang bisa menargetkan dengan tepat sasaran dan kuota yang sesuai ( bukan sama bagi rata ).
Proses selanjutnya Pengda menerima Nama Calon Peserta untuk diajukan ke LSP & Asosiasi utk diperiksa kriterianya sehingga keluarlah NAMA PESERTA.
Semua Asesor menginduk ke Asosiasi untuk mengikuti Standar yang dibuat, rekomendasi penugasan dan sekaligus untuk memonitor kinerjanya. LSP juga mengeluarkan Log Book kinerja asesor sekaligus mencatat jumlah asesi yang sudah dilakukan dan nama nama asesi. Hal ini juga untuk mencegah adanya penolakan terhadap Asesor yang ditugaskan, karena Asesi berhak mengajukan keberatan di ases oleh Asesor tersebut misalnya karena alasan kompetensinya, hubungan “dendam” . Asesi juga bisa mengajukan banding bila Asesor menilainya tidak fair.
Hubungan koordinasi dan kerjasama dalam bentuk apapun di atas untuk memudahkan mengontrol kualitas, sebaran asesi & pemegang sertifikat, kebutuhan pengembangan lanjutan dll. Karena pemegang Sertifikat bila melakukan pelanggaran berat bisa dilakukan pencabutan, peninjauan ulang. Harapan terbesar kita adalah SERTIFIKAT bukan segalanya, pengembangan & review / upgrade perlu dijaga terus.
MRA & MEA
2014 , MRA – Mutual Recognition Arrangement
• ASEAN – Kesepakatan Mobilitas tenaga profesional sebagai bentuk pengakuan Standar Kompetensi Kerja dibidang pariwisata.
2015 , akhir 31 Desember MEA – Masyarakat Ekonomi ASEAN
• Pasar bebas dibidang Permodalan, Barang, Jasa dan tenaga kerja.
• ASEAN – Indonesia Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Myanmar & Laos.
• Kesepakatan para leader ASEAN di KTT – Kuala Lumpur Malaysia 1997 = pola EEC
• Deklarasi para leader ASEAN di KTT BALI Okt 2003 – berlaku tahun 2020
• Kesepakatan para leader ASEAN di KTT Singapura Nov 2007 – dipercepat pelaksanaan akhir tahun 2015
• Meningkatkan daya saing negara negara ASEAN – kekuatan ekonomi ke 3 setelah Tiongkok & Jepang.
• 12 sektor prioritas utama – industri argo, peralatan,elektronik, automotif, perikanan, industri karet, industri berbasis kayu & tekstil.
• 5 sektor – Jasa – transportasi udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik industri tehnologi informasi.
MASA DEPAN SERTIFIKASI
Ada gula ada semut, ada rating ada eksistensi, ada eksistensi tanpa jenjang berisi maka hasilnya Karbitan. Individu individu , kelompok kelompok dan organisasi organisasi bekerjasama untuk mengarahkan pemerintah mengeluarkan kebijakan jangka panjang menjawab akan kebutuhan asesor lebih banyak dimasa depan , begitu pula LSP. Dimungkinkan Provinsi akan membiayai kegiatan sertifikasi karena kebutuhan daerah, dan bisa menunjuk LSP yang bisa menjawab kebutuhan user dengan anggaran yang tersedia. Sehingga bisa keluar dari standard an idealism tujuan yang ditetapkan.
Asosiasi mengajukan nota protes berdasarkan pengaduan yang terlibat, para pemerhati dan kesenjangan kualitas. Seperti yang terjadi dengan sertifikasi Pemandu Gua yang tidak diketahui oleh Asosiasi yang berkompeten, karena LSP menurunkan Asesor Umum dan menurunkan tenaga ahli yang kriterianya dipertanyakan. Protes tersebut ditindak lanjuti kedepannya harus ada rekomendasi dari Asosiasi dan kerjasama yang jelas.
Sertifikasi sangat dibutuhkan untuk peluang kerja baik di Nasional maupun di Internasional, sekaligus menjadi ajang standar tetapi pola pikirnya bukan mengejar Sertifikat sebagai hasil akhir, SERTIFIKAT bukan segalanya. SERTIFIKAT harus menunjukan Kompetensi dalam Kinerja & PERILAKU, itu yang membedakan.
ASESORnya – adalah asesor asesor yang saat mengikuti Serfikasi Workshop Asesor adalah individu individu kompeten, berpengalaman panjang, public pigur, berasal dari region seluruh Indonesia. Sehingga sebaran asesor diberbagai daerah bisa terpenuhi dan memiliki respek disemua asesi & sekaligus mengurangi biaya operasional. Karena dengan itu juga akan bisa mudah membuat “Bank Soal” yang memiliki standar nasional. Asesor bertanggung jawab terhadap semua rekomendasi yang dikeluarkan KOMPETEN terhadap asesi…dalam waktu yang panjang dalam ruang lingkup Kinerja & Perilaku.
Mari kita telaah tulisan diatas, bagian mana yang menjadi bocor atau yang akan mengurangi kualitas, tujuan panjang & idealism kita dan mari kita perbaiki dengan mengetahui kerangka besarnya untuk menjadi lebih waspada.


Tonny Dumalang – Asesor AELI

Pay


§